Cairan Putih Setelah Haid
Assalamu’alaikum. Ustadz, maaf sebelumnya. Saya ingin bertanya. Setelah beres haid dan saya mandi besar, keluar cairan bening, terkadang keluarnya terasa seperti air yang mengalir terkadang tidak terasa. Kalau menempel di (maaf) CD, bekasnya tepat seperti kain yang diperciki air, tidak berwarna, tidak juga kental, hanya basah. Saya bingung apakah ini termasuk madzi atau bukan. Ketika saya telah berwudhu, dan mendapati di CD saya ada bekas seperti yang disebutkan di atas, apakah membatalkan wudhu dan harus dicuci? Mohon penjelasannya, saya bingung, Ustadz. Jazakallahu khayran.
Dari: Ummu Rubayyi
(Dikirim melalui Aplikasi Tanya Ustadz untuk Windows Phone)
Jawaban:
Wa ‘alaikumus salam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Cairan putih pasca-haid diistilahkan dengan al-Qasshah al-Baidha. Dan cairan ini menjadi batas berhentinya haid. Meskipun tidak semua wanita mengalaminya.
Selanjutnya, bagaimana status hukum cairan putih ini?
Ada dua pembahasan yang bisa kita singgung tentang status cairan ini,
Pertama, apakah keluar cairan ini mewajibkan mandi, layaknya orang yang keluar mani atau selesai haid?
Kita simak keterangan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah,
فأما أن خروج القصة لا يستوجب الاغتسال: فهذا لا شك فيه، فلو استمر نزول هذه القصة بعد الاغتسال لم يجب إعادة الغسل بلا شك
Keluarnya al-Qasshah al-Baidha tidak mengharuskan orang untuk wudhu. Kita semua yakin itu. Sekalipun sering keluar cairan itu setelah mandi, tidak wajib mengulangi mandi, tanpa ragu. (Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 209176).
Kedua, apakah cairan ini najis?
Dalam Tuhfatul Muhtaj – kitab fiqh Syafiiyah – disebutkan nukilan dari Ibnu Hajar al-Makki,
وتردد ابن العماد في طهارة القصة البيضاء وهي التي تخرج عقب انقطاع الحيض والظاهر أنه إن تحقق خروجها من باطن الفرج أو أنها نحو دم متجمد فنجسة وإلا فطاهرة
Ibnul Imad ragu tentang kesucian al-Qasshah al-Baidha’, cairan yang keluar setelah berhentinya haid. Dan yang nampak lebih benar, bahwa jika cairan ini keluar dari dalam kemaluan atau cairan ini seperti darah beku, maka statusnya najis. Jika tidak, hukumnya suci. (Tuhfatul Muhtaj, 3/305).
Akan tetapi batasan yang disampaikan terkesan masih bias. Karena cairan bening ini jelas keluar dari dalam kemaluan. Sementara hukum asal segala sesuatu adalah suci, selama tidak ada dalil bahwa itu najis.
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, menyikapi keterangan Ibnu Imad dikembalikan kepada keyakinan masing-masing. Dalam Fatawa Syabakah dinyatakan,
وعليه؛ فما لم يتيقن ما ذكر فهي طاهرة، لأن الأصل هو الطهارة فيستصحب حتى يحصل اليقين بخلافه
Oleh karena itu, siapa yang tidak yakin apa yang beliau sebutkan, maka cairan ini suci baginya. Karena hukum asal segala sesuatu adalah suci. Dan hukum ini dipertahankan sampai dia yakin bahwa yang benar sebaliknya. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 209176)
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)