Apakah saat shalat kita harus mutlak menghadap kiblat atau sedikit serong? Dan apakah shalat kita tidak diterima ketika kita tidak mutlak menghadap kiblat namun hanya menghadap barat?
Mohon penjelasannya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ummu fayyadh di kota p
08123xxxxxx
Jawaban
Menghadap kiblat dalam shalat adalah satu di antara syarat-syarat sah sholat yang telah disepakati para ulama, seperti disampaikan imam Ibnu Hazm dalam kitab Maraatib al-Ijma’ hlm 26.
Namun banyak masyarakat di Indonesia yang memahami kiblat itu adalah arah barat saja. Padahal kiblat berasal dari bahasa arab (قِبْلَةٌ) yang artinya arah yang menjadi tujuan dalam sholat.
Dahulu kiblat sholat menghadap Baitul Maqdis sampai kemudian Allah rubah mengarah ke Ka’bah di Makkah. Dengan demikian maka kiblat sholatnya orang Madinah adalah ke arah selatan dan kiblat kita di Indonesia mengarah ke barat agak ke utara sedikit.
Menurut hukum syariat, menghadap ke arah kiblat diartikan sebagai seluruh tubuh atau badan seseorang menghadap ke arah Ka’bah yang terletak di Makkah yang merupakan pusat tumpuan umat Islam bagi menyempurnakan ibadah-ibadah tertentu, seperti sholat dan lainnya.
Dalil mengarah ke kiblat adalah syarat sah sholat adalah :
- Firman Allah yang artinya: sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. (Q.S. al-Baqarah 2:144).
- Hadits Ibnu Umar yang berbunyi:
بَيْنَا النَّاسُ فِي الصُّبْحِ بِقُبَاءٍ، إِذْ جَاءَهُمْ رَجُلٌ فَقَالَ:”أُنْزِلَ اللَّيْلَةَ قُرْآنٌ، فَأُمِرَ أَنْ يَسْتَقْبِلَ الكَعْبَةَ فَاسْتَقْبِلُوهَا، وَاسْتَدَارُوا كَهَيْئَتِهِمْ فَتَوَجَّهُوا إِلَى الكَعْبَةِ وَكَانَ وَجْهُ النَّاسِ إِلَى الشَّامِ“
Ketika manusia melakukan sholat Shubuh di Quba’ sekonyong-konyong datang seorang dan berkata: Semalam turun al-Qur’an dan memerintahkan untuk menghadap Ka’bah maka menghadaplah ke arahnya. Lalu mereka berputar balik dan menghadap Ka’bah dan sebelumnya mereka menghadap Syaam. (Muttafaqun ‘alaihi).
- Hadits Abu Hurairoh yang berbunyi:
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الوُضُوءَ، ثُمَّ اسْتَقْبِلِ القِبْلَةَ فَكَبِّرْ، ثُمَّ اقْرَأْ بِمَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ القُرْآنِ
Apabila kamu menegakkan sholat maka sempurnakanlah wudhu kemudian menghadap kiblat lalu bertakbir kemudian membaca yang mudah dari al-Qur`an… (muttafaqun ‘alaihi).
Menghadap kiblat dapat dilakukan dengan dua cara:
- Orang yang menyaksikan Ka’bah langsung, maka ia wajib menghadap ke benda Ka’bahnya tidak boleh menghadap ke selainnya.
- Orang yang tidak menyaksikan Ka’bah langsung. Yang diwajibkan atasnya adalah mengarah ke arah Ka’bah bukan bendanya, karena mengarah adalah perkara yang mampu dilakukan dan sangat sulit sekali apabila harus pas dengan Ka’bah langsung.
Oleh karena itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
“إِذَا أَتَى أَحَدُكُمُ الغَائِطَ، فَلاَ يَسْتَقْبِلِ القِبْلَةَ وَلاَ يُوَلِّهَا ظَهْرَهُ، شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا”
Apabila salah seorang dari kalian membuang hajat maka jangan menghadap kiblat dan jangan membelakanginya, menghadaplah ke timur atau barat. (HR al-Bukhori).
Hadits ini menunjukkan bahwa antara timur dan barat ke arah selatan adalah kiblat penduduk Madinah dan tentunya di Indonesia adalah antara barat dengan utara, sesuai dengan letak Indonesia dan Saudi Arabia.
Bisa juga kita menggunakan kompas penunjuk arah kiblat dan juga dengan teknologi GPS yang sudah canggih dalam menentukan kiblat, sehingga bila orang Indonesia sholat menghadap barat dan serong sedikit maka telah sah sholatnya dan telah menghadap kiblat walaupun tidak bisa pas sekali ke arah kiblat.
Namun dewasa ini sudah ada alat dan juga orang yang punya kapabilitas dalam menentukan arah kiblat yang sudah resmi dan diakui negara maka kita seharusnya mengikuti hal tersebut sebaik mungkin. Semakin tepat ke arah ka’bah maka semakin baik.